Jakarta – MSN, Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD DKI Jakarta Jhonny Simanjuntak menegaskan, setiap kebijakan publik harus berpijak pada realitas sosial masyarakat, bukan semata pertimbangan normatif di atas kertas.

Menurut dia, setiap peraturan jangan sampai terlepas dari konteks sosial. Pelarangan penjualan rokok secara masif dapat berdampak pada kesejahteraan warga dan menimbulkan persoalan sosial baru.

“Pedagang kecil hidup dari penjualan rokok, jadi perubahan perilaku tidak bisa dilakukan secara mendadak,” ujar Jhonny usai berdialog dengan perwakilan Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Perjuangan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (7/10).

“Kalau ekonomi rakyat terganggu, risiko sosialnya juga akan meningkat,” jelas Jhonny.

Menurut dia, kebijakan yang terlalu menekan pelaku usaha kecil akan sulit diterapkan di lapangan. Karena itu, aspirasi pedagang yang disampaikan melalui APKLI Perjuangan perlu menjadi pertimbangan serius dalam penyusunan Ranperda.

“Aspirasi dari pedagang kecil sangat rasional dan harus dipertimbangkan,” tegas Jhonny.

Jhonny memastikan, masukan tersebut akan dibawa dalam forum Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) untuk ditinjau kembali sebelum diputuskan.

“Kami akan sampaikan dinamika di masyarakat agar hasil akhirnya tidak bertentangan dengan nilai sosial dan ekonomi warga,” terang Jhonny.

Ia juga menekankan pentingnya semangat musyawarah dan kearifan lokal dalam setiap proses legislasi.

“Untuk apa membuat peraturan kalau bertentangan dengan nilai budaya dan ekonomi masyarakat,” ucap Jhonny.

Sementara itu, Ketua Umum APKLI Perjuangan Ali Mahsun Atmo meminta DPRD DKI Jakarta mencabut pasal-pasal pelarangan jual rokok dalam Ranperda KTR, termasuk aturan zonasi 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak.

“Kawasan Tanpa Rokok itu seharusnya mengatur lokasi, bukan melarang jual beli rokok,” kata Ali Mahsun. (all/df)