
Jakarta – MSN, Komisi V DPR RI menyoroti persoalan serius terkait keberadaan ribuan desa yang dinyatakan berada di dalam kawasan hutan atau taman nasional. Situasi ini dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat desa yang sebenarnya sah secara administrasi, tetapi justru diperlakukan seolah-olah ilegal.
Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, menegaskan bahwa kondisi ini menimbulkan kejanggalan. Desa yang telah terdaftar resmi, memiliki nomor registrasi di Kementerian Dalam Negeri, bahkan menerima alokasi dana desa, justru tidak diakui karena berada di kawasan hutan. Hal ini diungkapkannya dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Desa PDT dan Menteri Transmigrasi.
“Desa ini semua ada nomor registrasinya, Pak. Yang aneh ini, desa ini ada nomor registrasinya di Kementerian Dalam Negeri, menerima dana desa, sah statusnya sebagai sebuah desa, diatur sesuai dengan peraturan ketentuan yang berlaku. Namun keberadaannya tidak diakui, Pak. Keberadaannya menjadi liar ketika desa ini disebut dalam kawasan (hutan),” ujar Lasarus saat memimpin rapat kerja Komisi V dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes-PDT) di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Menurutnya, permasalahan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Negara melalui kementerian terkait harus hadir untuk memberikan kepastian, bukan malah membiarkan masyarakat hidup dalam keraguan status. Lasarus menilai pemerintah tidak boleh kalah dalam menyelesaikan problem yang sudah menahun tersebut.
“Ini persoalan yang sangat kompleks sekali, Pak. Dan ini harus diurai, menurut saya negara tidak boleh kalah, Pak. Yang saya maksud negara tidak boleh kalah adalah kementerian, menteri desa dan PDT adalah representasi presiden, Pak, sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, demikian juga menteri transmigrasi sebagai representasi presiden,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Berdasarkan data yang disampaikan, terdapat 2.966 desa berada di dalam kawasan hutan, serta 15.481 desa lainnya berada di tepi atau sekitar kawasan hutan. Angka ini menunjukkan betapa banyak masyarakat yang terdampak langsung oleh status lahan yang tumpang tindih.
Lasarus mengingatkan, masalah tumpang tindih lahan, peta ruang, hingga konflik dengan masyarakat adat maupun perusahaan tidak bisa dibiarkan tanpa solusi konkret. DPR melalui Komisi V mendorong pemerintah segera mengambil langkah kebijakan agar masyarakat desa tidak lagi menjadi pihak yang dirugikan. (uc/rdn)